Jumat, 18 Oktober 2013



Makna Sebuah Kehidupan

                Kegelapan malam diiringi oleh remang-remang lampu kecil yang terpasang di langit-langit cafe. Perlahan-lahan Fahri berdiri menopang badannya, ia berjalan sempoyongan menyusuri jalan sempit dan gelap menuju rumahnya. Sedikit demi sedikit sebotol minuman keras yang ia genggam ia teguk sampai tak tersisa. Sejenak ia mengentikan langkahnya untuk melempar minuman yang telah habis. Dengan pengelihatan yang kabur ia berusaha menjelajahi otaknya untuk mengingat ingat dimana ia tinggal.

“Ya allah Fahri, dari mana saja kamu? Ibu cemas mencarimu nak” keluh Ibu Fahri sambil memeluk erat tubuh Fahri yang sempoyongan.
Fahri tak menggubris apa yang dibicarakan Ibunya, ia segera melepas pelukan Ibunya dan berjalan menuju kamar. Tak satupun kata yang terucap dari bibir Ibu Fahri, hanya setetes air mata penuh luka yang ia tunjukkan. Ibu Fahri berdo’a di dalam hati agar putra yang dicintainya segera sadar dengan apa yang ia lakukan. Orang tua tanpa kepala rumah tangga memang cobaan berat yang sedang dilalui oleh Ibu Fahri, ditambah dengan merawat dua anak yang dicintainya yaitu Asti dan Fahri. Ayah Fahri telah meninggal dunia saat Fahri duduk di bangku SD atau lebih tepatnya sekitar empat tahun yang lalu dikarenakan kecelakaan mobil yang menimpanya. Ibu Fahri tidak ingin mencari ayah pengganti bagi anak-anaknya, ia takut Fahri dan Asti tidak menyetujui keinginannya untuk menikah lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk merawat anak-anak sendiri walau terasa berat tetap ia lakukan untuk kedua anak yang paling dicintainya.

***
            “Fahri ayo bangun nak, sudah pagi. Nanti terlambat sekolah lo. Jangan lupa antar kakakmu Asti sekolah” ucap Ibu Fahri dengan perlahan.
“Iya bu, aku bangun” Fahri mulai membuka kedua matanya dan menjalankan apa yang diperintahkan Ibunya itu.
“Gak usah repot-repot dek, teman sekolahku Sintia sebentar lagi akan menjemputku jadi gak usah repot-repot nganter. Aku berangkat dulu bu” Jawab Asti.
Asti segera meraih tas punggungnya dan berjalan menyusuri jalanan sampai depan gang, terlihat seorang lelaki gagah menaiki motor bersama teman-teman geng motor. Ia adalah Yohan pacar Asti, ia menyembunyikan hubungannya dengan anggota geng motor itu.

            Sementara itu, Fahri dan sekelompok kawannya berhenti di sebuah rumah kosong yang biasa ia gunakan untuk bolos sekolah. Ia tak perduli walau Ujian Nasional tingkat SMP akan diselenggarakan kurang lebih satu bulan lagi. Diam-diam mereka masuk ke dalam rumah yang tak berpenghuni itu, dikeluarkannya beberapa kantong kecil berisi obat-obatan dan sejenis ganja yang ia sembunyikan di belakang rumah tersebut. Ditelannya obat-obatan itu sampai akhirnya Fahri kehilangan kendali akibat efek samping dari obat-obatan terlarang yang dikonsumsinya.
Tiba-tiba telinga Fahri menangkap suara-suara gaduh yang bersumber dari jalan raya. Fahri berlari ke jalan raya tersebut dan melihat apa yang terjadi.
“Dika !!!” teriak Fahri sambil menyingkirkan kawanan pelajar yang sedang menghajar Dika habis-habisan. Fahri segera menolong Dika yang terjatuh, wajah Dika dipenuhi bekas pukulan dan darah.
“Heh, ini urusanku dengan yang namanya Dika! Jadi anda tak usah ikut campur urusan orang lain, jelas!” teriak salah satu pelajar dengan rasa geram.
“Kalau kalian semua melukai Dika, berarti kalian semua berurusan denganku!”
Fahri mencengkeram tubuh salah satu pelajar itu dan tangan Fahri meninju dengan keras beberapa kali ke wajah pelajar itu. Tiba-tiba suara deru motor polisi mulai berhamburan di jalan. Mereka segera pergi meninggalkan tempat tersebut.
“Sudahlah Ka, ikutlah saja denganku” ajak Fahri.
Fahri menyalakan mesin motornya dan pergi meninggalkan jalan itu dengan cepat.
“Sebenarnya ada masalah apa kau dengan orang-orang itu?” tanya Fahri.
“Sudahlah, aku pun tak ingin membahasnya. Yang pasti aku akan balas dendam kepada mereka semua” ucap Dika dengan rasa penuh dendam.
Dika mengambil dua botol minuman di dalam ranselnya. Seperti yang biasa dilakukan Fahri, mereka tak kunjung pulang hingga larut malam hanya sekedar menikmati minuman beralkohol yang biasa ia minum. Jarum jam menunjukan pukul sebelas malam. Fahri pun meninggalkan Dika dan pulang ke rumah.

“Tok tok tok” Fahri menggedor pintu rumahnya. Tak seorangpun membukakan pintu untuk Fahri. Ia hanya mendengar tangisan Ibunya. Ia membuka pintu perlahan lahan dan ia menemukan Ibunya tergeletak di lantai sambil menangis.
“Apa yang terjadi bu, mengapa Ibu menangis?” tanya Fahri dengan cemas.
“Kakakmu nak, Asti belum pulang dari tadi pagi. Asti kemana Fahri? Cari kemana ia pergi”
Fahri langsung mengambil helm serta kunci motornya, ia segera pergi mencari kemana kakaknya pergi. Hampir satu jam ia melintasi jalan raya tapi ia tak menemukan dimana kakaknya. Tiba-tiba Fahri melihat sosok gadis yang mirip dengan kakaknya sedang bersama geng motor yang paling terkenal di kota. Fahri menjalankan motornya mendekati gadis tersebut, ternyata gadis yang bersama geng motor tersebut adalah Asti. Dengan amarah yang memuncak, Fahri mendekat menuju lelaki yang bersama kakaknya itu. Ditinjunya perut serta wajah lelaki itu beberapa keli sampai terjatuh. Kawan geng motor tak tinggal diam melihat kawannya dihajar oleh orang yang sama sekali tak dikenalnya. Terjadi perkelahian yang tak terhindarkan di antara Fahri dan geng motor tersebut.
“Hentikan semua!! Jangan ganggu adikku!” teriak Asti kepada kawanan geng motor yang sedang menghajar fahri.
Asti menarik tangan Fahri dan berlari menjauh dari kerumunan geng motor yang menghajarnya.
“Apa sih yang ada di fikiranmu itu? Berkeliaran di jalan raya bersama geng motor, pulang malam. Mau merendahkan harga dirimu? Mau jadi apa seorang gadis berkeliaran di jalan seperti ini”

            Sesampai di rumah, mereka menemukan Ibunya menangis semakin keras. Asti segera berlari menuju kamarnya tanpa memerdulikan Ibunya sedang menangis.

***
            Terik matahari menembus kaca jendela kamar Fahri. Fahri mulai terbangun dari tidur malasnya, mulai memulihkan badan dan pandangannya yang kabur. Sejenak ia berpikir tentang kejadian saat ia memukul anggota geng motor itu sampai terjatuh. Tiba-tiba ia mendengar suara kaca yang pecah akibat terlempar batu besar dan deru motor. Asti berlari ke kamar Fahri dengan perasaan takut.
“Itu..Itu Yohan, salah satu anggota geng motor yang kau hajar kemarin malam” jawab Asti terbata-bata.
Fahri segera keluar rumah sambil menenteng pisau tajam dan besar, ia arahkan pisau itu ke arah anggota geng motor itu dan mengatakan kata-kata kasar dan ancaman untuk mengusir sekumpulan geng motor itu dari rumahnya. Terjadi adu mulut antara Fahri dengan salah seorang anggota geng motor yang dihajarnya kemarin malam. Segerombol geng motor itu tak ingin kalah, bahkan hampir terjadi perkelahian seperti yang dilakukan Fahri kemarin malam.
“Kau boleh bermasalah denganku, tapi jangan pernah kau ganggu keluargaku” Bela Fahri dengan penuh berani.
Ucapan Fahri membuat kawanan geng motor itu semakin emosi, mereka melempar beberapa batu besar ke arah Fahri, ia pun menghindari lemparan-lemparan itu dengan tepat..
“Cepat keluar dari sini!” perintah Fahri terhadap Asti.
Asti menuruti ucapan Fahri, ia segera keluar dari rumah melalui pintu belakang dan pergi sejauh mungkin dari rumah.
            Fahri meraih kunci motornya, ia segera pergi meninggalkan rumahnya. Sekawanan geng motor itu terus mengejar Fahri kemanapun ia pergi. Fahri terus menjalankan motornya, hingga akhirnya ia menyembunyikan motor yang dikendarainya dibalik rumah kosong yang biasa dikunjunginya dan bersembunyi di belakang rumah kosong tersebut. Ketika segerombol geng motor itu telah melewati tempat persembunyiannya ia mulai menampakkan diri. Terlihat teman-teman Fahri sedang berpesta minuman. Fahri segera ikut bergabung bersama teman-temannya itu. Seperti biasa, kegiatan buruk itu dilakukannya hingga larut malam.

***
            “Fahri, fahri.. bangun nak. Ada yang ingin ibu bicarakan kepadamu” bisik Ibu Fahri.
Fahri terbangun dari tidur pulasnya. Pandangannya yang kabur membuat Fahri tak mengenal seseorang yang membangunkannya.
“Siapa kau?” tanya Fahri ketus.
“Ibumu nak” balas Ibu Fahri dengan lembut.
“Ada yang ingin Ibu bicarakan kepadamu”
Fahri lalu duduk dan mulai mendengarkan apa yang Ibu katakan. Belum berkata sepatah kata pun air mata Ibu jatuh tak terbendung lagi. Fahri bertanya-tanya apa yang membuat Ibunya menangis seperti ini. Tak lama Asti muncul dari balik pintu kamar Fahri.
“Apa yang terjadi? Mengapa Ibu menangis?” tanya Asti.
“Kesinilah nak, ada yang ingin Ibu bicarakan kepada kalian berdua”
Mereka berdua termenung, bertanya-tanya, dan semakin penasaran apa yang ingin dibicarkan oleh ibunya itu.

“Sebaiknya Ibu pergi saja dari rumah ini nak, semua perabotan, kendaraan, dan tanah menjadi milik kalian berdua. Kalian berdua sudah dewasa, sudah seharusnya kalian bisa mengurus diri sendiri dan rumah ini” Ucap Ibu Fahri sambil mengusap air matanya.
Mereka berdua hanya terdiam mendengar ucapan Ibunya, mereka masih tak percaya Ibunya akan berkata seperti itu.
“Ibu tak ingin menjadi penghalang bagi kalian berdua, Ibu rela pergi dari sini agar kalian berdua bisa bebas melakukan apa saja. Ibu akan pulang ke rumah nenekmu. Kalian bisa kan menjaga rumah ini”
Butiran air mata terus mengalir dari mata Ibu. Tak terasa air mata Fahri dan Asti bercucuran deras mendengar ucapan Ibunya.
“Maafkan kami Ibu, selama ini kami tak pernah mendengar apa nasihat dari Ibu. Kami menjadi anak yang nakal. Maafkan kami” isak tangis Fahri semakin menjadi-jadi.
“Kami berjanji , akan berubah menjadi anak yang patuh kepada Ibu, asalkan Ibu tetap disini bersama kita, membimbing kita, merawat kita. Kami masih butuh perhatian dan kasih sayang dari Ibu” tambah Asti.
“Tidak nak, kalian berdua tidak salah. Ibu yang salah, Ibu yang gagal merawat dan membimbing kalian berdua”
Ibu menghapus air mata Fahri dan Asti serta memeluk mereka dengan erat menandakan kasih sayang yang teramat dalam.
“Kini aku mengerti makna kehidupan yang sebenarnya” Ucap Fahri lirih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar