Makna Sebuah Kehidupan
Kegelapan
malam diiringi oleh remang-remang lampu kecil yang terpasang di langit-langit
cafe. Perlahan-lahan Fahri berdiri menopang badannya, ia berjalan sempoyongan
menyusuri jalan sempit dan gelap menuju rumahnya. Sedikit demi sedikit sebotol
minuman keras yang ia genggam ia teguk sampai tak tersisa. Sejenak ia
mengentikan langkahnya untuk melempar minuman yang telah habis. Dengan
pengelihatan yang kabur ia berusaha menjelajahi otaknya untuk mengingat ingat
dimana ia tinggal.
“Ya allah Fahri, dari mana saja kamu? Ibu
cemas mencarimu nak” keluh Ibu Fahri sambil memeluk erat tubuh Fahri yang
sempoyongan.
Fahri tak menggubris apa yang dibicarakan Ibunya,
ia segera melepas pelukan Ibunya dan berjalan menuju kamar. Tak satupun kata
yang terucap dari bibir Ibu Fahri, hanya setetes air mata penuh luka yang ia
tunjukkan. Ibu Fahri berdo’a di dalam hati agar putra yang dicintainya segera
sadar dengan apa yang ia lakukan. Orang tua tanpa kepala rumah tangga memang
cobaan berat yang sedang dilalui oleh Ibu Fahri, ditambah dengan merawat dua
anak yang dicintainya yaitu Asti dan Fahri. Ayah Fahri telah meninggal dunia
saat Fahri duduk di bangku SD atau lebih tepatnya sekitar empat tahun yang lalu
dikarenakan kecelakaan mobil yang menimpanya. Ibu Fahri tidak ingin mencari
ayah pengganti bagi anak-anaknya, ia takut Fahri dan Asti tidak menyetujui
keinginannya untuk menikah lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk merawat anak-anak
sendiri walau terasa berat tetap ia lakukan untuk kedua anak yang paling
dicintainya.
***
“Fahri
ayo bangun nak, sudah pagi. Nanti terlambat sekolah lo. Jangan lupa antar
kakakmu Asti sekolah” ucap Ibu Fahri dengan perlahan.
“Iya bu, aku bangun” Fahri mulai membuka kedua
matanya dan menjalankan apa yang diperintahkan Ibunya itu.
“Gak usah repot-repot dek, teman sekolahku
Sintia sebentar lagi akan menjemputku jadi gak usah repot-repot nganter. Aku
berangkat dulu bu” Jawab Asti.
Asti segera meraih tas punggungnya dan
berjalan menyusuri jalanan sampai depan gang, terlihat seorang lelaki gagah
menaiki motor bersama teman-teman geng motor. Ia adalah Yohan pacar Asti, ia
menyembunyikan hubungannya dengan anggota geng motor itu.
Sementara
itu, Fahri dan sekelompok kawannya berhenti di sebuah rumah kosong yang biasa
ia gunakan untuk bolos sekolah. Ia tak perduli walau Ujian Nasional tingkat SMP
akan diselenggarakan kurang lebih satu bulan lagi. Diam-diam mereka masuk ke
dalam rumah yang tak berpenghuni itu, dikeluarkannya beberapa kantong kecil
berisi obat-obatan dan sejenis ganja yang ia sembunyikan di belakang rumah
tersebut. Ditelannya obat-obatan itu sampai akhirnya Fahri kehilangan kendali
akibat efek samping dari obat-obatan terlarang yang dikonsumsinya.
Tiba-tiba telinga Fahri menangkap suara-suara
gaduh yang bersumber dari jalan raya. Fahri berlari ke jalan raya tersebut dan
melihat apa yang terjadi.
“Dika !!!” teriak Fahri sambil menyingkirkan
kawanan pelajar yang sedang menghajar Dika habis-habisan. Fahri segera menolong
Dika yang terjatuh, wajah Dika dipenuhi bekas pukulan dan darah.
“Heh, ini urusanku dengan yang namanya Dika!
Jadi anda tak usah ikut campur urusan orang lain, jelas!” teriak salah satu
pelajar dengan rasa geram.
“Kalau kalian semua melukai Dika, berarti
kalian semua berurusan denganku!”
Fahri mencengkeram tubuh salah satu pelajar
itu dan tangan Fahri meninju dengan keras beberapa kali ke wajah pelajar itu.
Tiba-tiba suara deru motor polisi mulai berhamburan di jalan. Mereka segera
pergi meninggalkan tempat tersebut.
“Sudahlah Ka, ikutlah saja denganku” ajak
Fahri.
Fahri menyalakan mesin motornya dan pergi
meninggalkan jalan itu dengan cepat.
“Sebenarnya ada masalah apa kau dengan
orang-orang itu?” tanya Fahri.
“Sudahlah, aku pun tak ingin membahasnya. Yang
pasti aku akan balas dendam kepada mereka semua” ucap Dika dengan rasa penuh
dendam.
Dika mengambil dua botol minuman di dalam
ranselnya. Seperti yang biasa dilakukan Fahri, mereka tak kunjung pulang hingga
larut malam hanya sekedar menikmati minuman beralkohol yang biasa ia minum.
Jarum jam menunjukan pukul sebelas malam. Fahri pun meninggalkan Dika dan
pulang ke rumah.
“Tok tok tok” Fahri menggedor pintu rumahnya.
Tak seorangpun membukakan pintu untuk Fahri. Ia hanya mendengar tangisan
Ibunya. Ia membuka pintu perlahan lahan dan ia menemukan Ibunya tergeletak di
lantai sambil menangis.
“Apa yang terjadi bu, mengapa Ibu menangis?”
tanya Fahri dengan cemas.
“Kakakmu nak, Asti belum pulang dari tadi
pagi. Asti kemana Fahri? Cari kemana ia pergi”
Fahri langsung mengambil helm serta kunci
motornya, ia segera pergi mencari kemana kakaknya pergi. Hampir satu jam ia
melintasi jalan raya tapi ia tak menemukan dimana kakaknya. Tiba-tiba Fahri
melihat sosok gadis yang mirip dengan kakaknya sedang bersama geng motor yang
paling terkenal di kota. Fahri menjalankan motornya mendekati gadis tersebut,
ternyata gadis yang bersama geng motor tersebut adalah Asti. Dengan amarah yang
memuncak, Fahri mendekat menuju lelaki yang bersama kakaknya itu. Ditinjunya
perut serta wajah lelaki itu beberapa keli sampai terjatuh. Kawan geng motor
tak tinggal diam melihat kawannya dihajar oleh orang yang sama sekali tak
dikenalnya. Terjadi perkelahian yang tak terhindarkan di antara Fahri dan geng
motor tersebut.
“Hentikan semua!! Jangan ganggu adikku!”
teriak Asti kepada kawanan geng motor yang sedang menghajar fahri.
Asti menarik tangan Fahri dan berlari menjauh
dari kerumunan geng motor yang menghajarnya.
“Apa sih yang ada di fikiranmu itu?
Berkeliaran di jalan raya bersama geng motor, pulang malam. Mau merendahkan
harga dirimu? Mau jadi apa seorang gadis berkeliaran di jalan seperti ini”
Sesampai
di rumah, mereka menemukan Ibunya menangis semakin keras. Asti segera berlari
menuju kamarnya tanpa memerdulikan Ibunya sedang menangis.
***
Terik
matahari menembus kaca jendela kamar Fahri. Fahri mulai terbangun dari tidur
malasnya, mulai memulihkan badan dan pandangannya yang kabur. Sejenak ia
berpikir tentang kejadian saat ia memukul anggota geng motor itu sampai
terjatuh. Tiba-tiba ia mendengar suara kaca yang pecah akibat terlempar batu
besar dan deru motor. Asti berlari ke kamar Fahri dengan perasaan takut.
“Itu..Itu Yohan, salah satu anggota geng motor
yang kau hajar kemarin malam” jawab Asti terbata-bata.
Fahri segera keluar rumah sambil menenteng
pisau tajam dan besar, ia arahkan pisau itu ke arah anggota geng motor itu dan
mengatakan kata-kata kasar dan ancaman untuk mengusir sekumpulan geng motor itu
dari rumahnya. Terjadi adu mulut antara Fahri dengan salah seorang anggota geng
motor yang dihajarnya kemarin malam. Segerombol geng motor itu tak ingin kalah,
bahkan hampir terjadi perkelahian seperti yang dilakukan Fahri kemarin malam.
“Kau boleh bermasalah denganku, tapi jangan
pernah kau ganggu keluargaku” Bela Fahri dengan penuh berani.
Ucapan Fahri membuat kawanan geng motor itu
semakin emosi, mereka melempar beberapa batu besar ke arah Fahri, ia pun
menghindari lemparan-lemparan itu dengan tepat..
“Cepat keluar dari sini!” perintah Fahri
terhadap Asti.
Asti menuruti ucapan Fahri, ia segera keluar
dari rumah melalui pintu belakang dan pergi sejauh mungkin dari rumah.
Fahri
meraih kunci motornya, ia segera pergi meninggalkan rumahnya. Sekawanan geng
motor itu terus mengejar Fahri kemanapun ia pergi. Fahri terus menjalankan
motornya, hingga akhirnya ia menyembunyikan motor yang dikendarainya dibalik
rumah kosong yang biasa dikunjunginya dan bersembunyi di belakang rumah kosong
tersebut. Ketika segerombol geng motor itu telah melewati tempat
persembunyiannya ia mulai menampakkan diri. Terlihat teman-teman Fahri sedang
berpesta minuman. Fahri segera ikut bergabung bersama teman-temannya itu.
Seperti biasa, kegiatan buruk itu dilakukannya hingga larut malam.
***
“Fahri,
fahri.. bangun nak. Ada yang ingin ibu bicarakan kepadamu” bisik Ibu Fahri.
Fahri terbangun dari tidur pulasnya.
Pandangannya yang kabur membuat Fahri tak mengenal seseorang yang
membangunkannya.
“Siapa kau?” tanya Fahri ketus.
“Ibumu nak” balas Ibu Fahri dengan lembut.
“Ada yang ingin Ibu bicarakan kepadamu”
Fahri lalu duduk dan mulai
mendengarkan apa yang Ibu katakan. Belum berkata sepatah kata pun air mata Ibu
jatuh tak terbendung lagi. Fahri bertanya-tanya apa yang membuat Ibunya menangis
seperti ini. Tak lama Asti muncul dari balik pintu kamar Fahri.
“Apa yang terjadi? Mengapa Ibu
menangis?” tanya Asti.
“Kesinilah nak, ada yang ingin Ibu
bicarakan kepada kalian berdua”
Mereka berdua termenung,
bertanya-tanya, dan semakin penasaran apa yang ingin dibicarkan oleh ibunya
itu.
“Sebaiknya Ibu pergi saja dari rumah
ini nak, semua perabotan, kendaraan, dan tanah menjadi milik kalian berdua.
Kalian berdua sudah dewasa, sudah seharusnya kalian bisa mengurus diri sendiri
dan rumah ini” Ucap Ibu Fahri sambil mengusap air matanya.
Mereka berdua hanya terdiam mendengar
ucapan Ibunya, mereka masih tak percaya Ibunya akan berkata seperti itu.
“Ibu tak ingin menjadi penghalang
bagi kalian berdua, Ibu rela pergi dari sini agar kalian berdua bisa bebas
melakukan apa saja. Ibu akan pulang ke rumah nenekmu. Kalian bisa kan menjaga
rumah ini”
Butiran air mata terus mengalir dari
mata Ibu. Tak terasa air mata Fahri dan Asti bercucuran deras mendengar ucapan
Ibunya.
“Maafkan kami Ibu, selama ini kami
tak pernah mendengar apa nasihat dari Ibu. Kami menjadi anak yang nakal.
Maafkan kami” isak tangis Fahri semakin menjadi-jadi.
“Kami berjanji , akan berubah menjadi
anak yang patuh kepada Ibu, asalkan Ibu tetap disini bersama kita, membimbing
kita, merawat kita. Kami masih butuh perhatian dan kasih sayang dari Ibu”
tambah Asti.
“Tidak nak, kalian berdua tidak
salah. Ibu yang salah, Ibu yang gagal merawat dan membimbing kalian berdua”
Ibu menghapus air mata Fahri dan Asti
serta memeluk mereka dengan erat menandakan kasih sayang yang teramat dalam.
“Kini aku mengerti makna kehidupan yang
sebenarnya” Ucap Fahri lirih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar