Jumat, 18 Oktober 2013

Cerpen: Bintang Harapanku



Bintang Harapanku

            Angin malam bertiup perlahan membuat rerumputan dan daun bergoyang dengan sendirinya. Malam yang sejuk ditemani dengan seseorang yang sangat berarti bagiku, bagi hidupku. Ku pandangi lautan angkasa yang terlihat dari bumi. Ku perhatikan setiap cahaya penghuni angkasa raya yang bersinar malam ini. Kunikmati setiap cahaya dan semilir angin yang menerpa wajahku.
“Mei, Meily.. aku akan berangkat esok lusa” Ariyan memandangi wajahku. Seketika wajahku yang bersinar menjadi buram bagai tertutup kabut. Tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirku. Air mata mengalir perlahan menyusuri pipiku. Dengan segera Ariyan mengusap air mata yang semakin meluap.
“Jangan menangis Mei, percayalah. Aku pergi jauh demi cita-citaku, aku ingin bersekolah TNI dan tentu orang tuaku sangat menyetujui ini. Aku sudah memimpikannya sejak kecil. Aku percaya, kalau kamu telah menamatkan SMA, kamu tentu akan berusaha untuk mencapai cita-citamu Mei” Kata Ariyan.
“Aku tau Ar, tapi.. tapi kenapa harus Kalimantan? Dan aku harus menunggu empat tahun untuk kedatanganmu. Aku takut, kamu melupakanku ketika kamu disana” jawabku sambil terbata-bata.
“Percayalah aku Mei, sampai kapanpun aku tetap menjaga setiaku sampai aku kembali. Tujuanku hanyalah untuk mencapai apa yang kuidam-idamkan sejak dulu Mei”
Aku hanya mampu tercengang mendengar pengakuan Ariyan yang sungguh menyayat hati. Siap ataupun tidak aku harus menerima kenyataan bahwa Ariyan akan meninggalkanku sendiri. Otakku serasa membeku tak mampu lagi berfikir.
“Meily? Lihatlah langit itu” ujar Ariyan sambil menunjuk ke arah langit.
“Lihatlah dua bintang yang bersinar terang itu, melambangkan cinta kita yang kuat. Jika aku pergi, lihatlah kedua bintang itu. Jika salah satu bintang itu redup berarti cintaku juga telah redup”
“Aku percaya Ar, kedua bintang itu takkan pernah redup sampai kapanpun” Ucapku sambil memeluk erat  Ariyan. “Jujur, berat rasanya untuk melepasmu pergi Ar”
“Aku tau Mei, jika kamu tak sanggup menunggu kamu bisa meninggalkanku” Ucap Ariyan.
Aku hanya mampu menggeleng gelengkan kepala dan tak mampu berucap lagi. Aku akan selalu setia menunggumu sampai kapanpun Ar, kataku dalam hati.
            Aku pun meninggalkan halaman rumahku yang sunyi dan gelap. Ku lambaikan tangan kepada Ariyan yang hendak meninggalkan rumahku.
“Sampai ketemu di bandara Mei” Ariyan melontarkan senyuman manisnya yang selalu membuat hatiku tenang. Selepas kepergian Ariyan aku segera menemui Mama dan langsung memeluknya erat sambil meneteskan air mata.
“Ariyan akan pergi jauh ma” ucapku sembari mengatur nafas dan mengusap air mataku.
“Mau bagaimana lagi Mei, kamu juga harus merelakan ia pergi jauh. Bagaimanapun juga itu demi cita-cita. Kamu tak berhak mencegah ia untuk pergi. Karena Ariyan pergi dengan maksud dan tujuan yang baik”
“Sudahlah Mei, hapuslah air matamu. Semuanya akan baik-baik saja, percayalah”
Hatiku terasa tenang mendengar nasihat yang sangat berguna bagiku.

***

            Hari ini telah tiba, hari yang sebenarnya sangat ku benci. Karena hari inilah aku terakhir melihat Ariyan. Berbagai pikiran buruk melintas di pikiranku. Aku berusaha mengusir pikiran itu dari otakku. Aku segera meraih tasku dan mengandarai motor untuk berangkat menuju bandara.
Sesekali ekor mataku melirik jam tangan yang ku kenakan. Keberangkatan pesawat tinggal 15 menit, tapi tak kulihat Ariyan di sekitar bandara. Lima kali ku mencoba menghubungi Ariyan tapi tak satupun panggilan dijawabnya.
“Meily, maaf baru datang. Tadi macet” ucap Ariyan sambil menyeret koper besarnya.
Aku langsung memeluk erat tubuh Ariyan.
“Mei, aku harus pergi, keberangkatan 15 menit lagi” jawab Ariyan. Jemari Ariyan membelai lembut wajahku meyakinkan aku untuk merelakan kepergiannya yang tinggal menghitung detik.
“Tenang Mei, aku tak akan lupa akan selalu menghubungimu selagi sempat. Ingatlah kata-kataku sebelumnya. Pandangilah kedua bintang itu, aku berjanji kedua bintang itu kan selalu bersinar”
Aku melepas pelukanku dengan Ariyan dan menyaksikan dari jauh kepergian Ariyan.

            “Bagaimana Mei, satu tahun tanpa Ariyan?” tanya Zian teman sebangkuku
“Yah beginilah. Untungnya juga aku masih tetep hidup” jawabku asal-asalan.
“Yah kan mungkin aja, kamu bunuh diri trus jadi arwah gentayangan tuh ahahaha”
“Eh ini anak ngaco, udah tuh perhatiin pelajaran. Malah dijitakin Miss. Killer mampus” ucapku sambil meledek ke arah Zian. Zian hanya tersenyu menanggapi gurauanku.
“Nggak beminat untuk mencari pengganti Ariyan mei?”
“Awalnya juga aku berfikir begitu Za, mendekati seribu cowok yang bisa menggantikan Ariyan, tapi semua itu nggak berhasil. Hatiku tetap nggak bisa berpaling dari Ariyan” jelasku.
“Udah Mei, sabar. Nggak usah terlalu dipikirkan. Satu bulan lagu kita juga harus menghadapi Ujian Nasional. Aku yakin, Ariyan juga menginginkanmu untuk sukses” Jelas Zian. Aku hanya mengangguk tanda setuju kepada semua yang diungkapkan Zian.
“Nanti malam nggak ikut maen bareng temen-temen?” tanya Zian dengan ramah.
“Hm.. gimana ya Zan, lagi males keluar nih” jawabku dengan malas.
“Udahlah, nanti malam aku jemput samaa Yeni jam 7. Oke ?”
Aku cukup bersyukur selain Ariyan yang selalu menenangkan hatiku, sahabatku juga perduli dengan keadaanku. Aku selalu percaya apa yang dikatakan Ariyan, bahwa selain dirinya juga pasti ada orang yang membuatku selalu tersenyum. Terimakasih tuhan engkau menciptakan orang-orang di sekelilingku yang telah perduli kepadaku.
“Mei.. Hello? Kok ngelamun? Setuju nggak?”
“Oh.. Iya Zan, oke aku ikut kalian” jawabku sambil tersenyum.

            “Bagaimana Mei keadaanmu? Apa kamu baik baik saja disana? Aku disini baik-baik Mei” sapa Ariyan melalui ponselku.
“Aku baik-baik saja Ar, disni banyak sahabatku yang perduli denganku” jawabku.
“Bagaimana kedua bintang itu Mei, apakah bintang-bintang itu tetap bersinar terang?”
“Iya Ar, setiap hari ku pandangi kedua bintang itu dan sampai sekarang tetap terang seperti dulu”
“Tok..tok..tok Assalamualaikum” terdengar suara ketukan pintu dan salah dari balik pintu depan.
“Udah dulu ya Ar, Zian sama “Udah dulu ya Ar, Zian sama Yeni udah di depan rumah”
Aku pun memutuskan sambungan telefonku dengan Ariyan dan bergegas menghampiri mereka.

***
            47 bulan berlalu, masih dengan keadaan yang sama. Aku tetap menunggu Ariyan kembali, beban hatiku cukup berkurang karena Ariyan akan kembali dua minggu lagi. Tak henti-hentinya bibirku berucap beribu doa untuk keadaan Ariyan.
Suara ringtone pada ponselku berdering kencang hingga membuyarkan lamunanku. Kupandangi layar ponselku, tertera nama Ariyan memanggilku.
“Mei, apa kabar kamu? Kamu berhasil kuliah di Bandung?”
“Baik-baik Ar. Iya, aku sekarang kuliah di Bandung ambil jurusan sastra” jawabku lirih.
“Alhamdulilah Mei, aku ikut seneng. Mei, satu bulan ini maaf aku nggak bisa hubungi kamu. Satu bulan ini sibuk menamatkan sekolahku. setelah aku menamatkan sekolahku ini, aku akan pulang menemuimu” jawab Ariyan sambil terisak.
“Kamu janji Ar?”
Tiba-tiba sambungan telefon terputus dengan sendirinya. Berkali-kali ku hubungi nomor Ariyan tetapi nomor Ariyan tidak aktif. Rasa khawatir dan cemas berkeliaran mengganggu pikiranku. Aku berusaha menghilangkan pikiran itu dan menenangkan diriku.
“Tok tok tok...” suara ketukan pintu sempat mengagetkanku. Aku segera membuka pintu depanku dan melihat siapa yang berkunjung ke rumahku malam ini.
“Hai Meily, nggak ganggu kan? Aku mau minta foto-foto kemarin buat tugas” Yeni adalah teman seperjuanganku, satu-satunya teman SMA yang sekarang juga kuliah di Bandung jurusan sastra.
“Iya Yen, yuk masuk. Ini datanya udah ada di laptopku” jawabku sembari mengantar Yeni masuk rumahku.
“Hey, kenapa sedih? Bukannya kamu seneng? Sebentar lagi kan Ariyan pulang?” tanya Yeni.
“Iya tapi, satu bulan ini dia nggak bisa hubungi aku sama sekali. Dia harus fokus untuk menamatkan sekolahnya Yen. Aku jadi khawatir dia nggak akan pulang”
“Udah Mei, aku yakin kok Ariyan pasti inget sama kamu. Dia hanya perlu fokus sekolahnya. Setelah itu dia pasti pulang untuk menemuimu. Udah jangan sedih Mei, kamu kuat kok” Yeni berkali-kali menepuk pundakku dan selalu meyakinkanku untuk tetap sabar dan tegar.
“Makasih ya Yen” jawabku sambil tersenyum senang.
“Iya sama-sama. Ohh, aku lupa flashdisknya ketinggalan di motorku”
“Sini kuncinya biar aku ambil” ucapku sambil meraih kunci motor dari tangan Yeni.
Aku melangkah perlahan menuju motor dan mengambil flashdisk Yeni. Tak sengaja aku melihat arah langit yang gelap, kucari-cari kedua bintang yang biasa hadir menemani gelapnya malam.
“Kedua bintang itu? Mengapa satu bintang itu terlihat redup” seketika lututku lemas tak sanggup menopang tubuhku. Aku terjatuh dan air mataku mengalir deras. Sekali lagi kupandang langit, bintang itu tetap redup. Bintang harapanku telah redup. Ketika itu Yeni menghampiriku, memelukku dan berusaha untuk menenangkanku.

***
            Hari demi hari berlalu tanpa kabar darimu, sementara empat tahun hampir berlalu dan hanya tinggal menghitung hari. Seketika harapanku akan dirimu musnah, tetapi kata-kata dan kenanganmu yang indah selalu meyakinkanku untuk selalu mempercayaimu. Di sisi lain, bintang yang setiap malam ku pandangi selalu redup. Mungkinkah cintamu telah redup? Tanyaku dalam hati. Mungkin aku terlalu bodoh untuk menunggumu selama ini, aku telah percaya semua omong kosong yang kau berikan selama ini. Aku mencoba untuk membencimu bahkan melupakanmu. Tapi bayanganmu selalu mengganggu fikiran dan hatiku. Mungkin percuma berhari-hari aku memandangi ponselku, dia tak akan menghubungiku. Dengan perasaan yang tak terkendali aku segera  mematikan ponselku dan tak akan membukanya sampai Ariyan datang menemuiku.

            Hari ini, hari yang kutunggu-tunggu tepat empat tahun lamanya aku menunggu kehadiranmu. Sampai sekarang pun kehadiranmu tetap kunanti-nanti. Pagi ini aku menunggu kehadiranmu di depan rumahku. Kupandangi setiap lelaki yang melewati halaman rumahku tapi tak kutemukan Ariyan. Terik matahari mulai menyengat kulit. Berjam-jam lamanya aku menunggu kehadiran Ariyan. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berasal dari samping rumahku. Aku menghampiri sumber suara kaki itu.
“Yeni ?”
“Iya Mei, ini aku. Kenapa?” Jawab Yeni.
“Hm.. hari ini harusnya Ariyan pulang Yen, tetapi dia tak datang-datang” keluhku sambil menundukkan kepalaku.
“Mungkin dia sedang perjalanan Mei. Aku temenin diluar ya?”
“Makasih Yen, kamu pengertian banget”

“Mei, udah malam ini kamu nggak mau masuk dulu?” jawab Yeni sambil memaksaku masuk.
“Nggak Yen, aku tetep disini. Kamu masuk duluan aja”
“Ya sudah, aku mau buat makanan dulu nanti aku balik ke sini Mei”
Yeni pun meninggalkanku sendiri. Aku tertunduk lemas menunggu Ariyan yang tak kunjung datang. Tuhan, tolong dengar aku. Aku rindu dengannya, ingin bertemu dan memeluknya. Aku terus berdoa.
“Mei.. Meily?” suara seorang lelaku menyapaku. Aku tercengang mendengar suara itu. Suara itu mirip Ariyan. Aku mendongakkan kepalaku dan ternyata benar itu adalah Ariyan!!. Ia sedang memegang mawar putih sambil tersenyum kepadaku. Aku segera berlari ke arah Ariyan dan memeluk erat tubuhnya.
“Aku kira kamu tidak datang Ar, aku merindukanmu” air mataku tak tertahan lagi.
“Aku sudah janji kepadamu Mei, setelah aku selesai sekolah aku akan menemuimu” jawab Ariyan sembari membelai lembut wajahku.
“Aku juga rindu padamu Mei” aku melepas rinduku dengan Ariyan dengan menceritakan betapa kerinduanku terhadap Ariyan dan kehidupan yang kujalani selama ini. Canda tawa melarutkan kesedihanku. Seakan-akan akulah orang yang paling bahagia di bumi ini.
“Mei.. MEILYY MEILY !!!” teriak Yeni dari dalam rumah. Aku pun meninggalkan Ariyan dan menemui Yeni yang sedang berteriak-teriak di dalam rumah.
“Ada apa Yen, kok teriak-teriak?”
“Ariyan Mei... Ariyan?” jawab Yeni sambil menampakkan wajah sedih. Aku hanya termenung mendengar ucapan Yeni.
“Saat Ariyan dalam perjalanan, ia mengalami kecelakaan pesawat”
Seketika mataku membelalak, bingung dengan apa yang dikatakan Yeni.
“Dan Ariyan.. Ariyan, meninggal dunia”
Tubuhku terasa beku tak kuat mendengar berita itu. Jika Ariyan mengalami kecelakaan pesawat, lantas siapa yang mendatangiku tadi. Sebuah tanda tanya besar menancap di otakku. Aku segera berlari menuju halaman rumahku. Ekor mataku bergerak mencari-cari sosok Ariyan yang tadi bersamaku tapi tak kutemukan. Hanya sekuntum mawar putih milik Ariyan yang tertinggal di depan rumahku. Air mataku jatuh tak tertahankan lagi, aku tak bisa berkata-kata. Kupandangi langit malam ini.
“Hanya satu bintang yang menerangi langit? Dimana satu bintang itu? Mungkin bintang Ariyan telah hilang. Tidak memunculkan dirinya untuk selama lamanya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar