Jumat, 18 Oktober 2013

Cerpen: Kado Terindah

Kado Terindah
            “Selamat pagi, happy december”
            Sepatah pesan singkat yang kuterima pagi hari ini, kulontarkan senyuman penuh arti terhadap Eka, sahabatku yang mengirim pesan singkat di awal Desember yang indah. Sejenak ku tatap pigora yang terpampang di tembok kamarku, betapa indahnya persahabatan yang kujalani selama dua tahun ini. Aku termenung, mengingat betapa cepatnya waktu berputar, mengingat akan umurku akan bertambah dalam waktu sembilan hari ke depan, tiba-tiba jam dinding menunjukan pukul lima pagi, aku bersiap siap untuk mandi dan bersekolah. Meskipun Aku dan Eka berbeda sekolah tetapi persahabatanku tetap utuh. Ku raih ranselku dan bergegas menuju sekolah untuk menuntut ilmu.
***                                                                       
            “Pulang sekolah ada waktu gak? Pengen curhat nih” ku terima satu pesan dari Eka yang ada di ponselku. Setiap menit kulihat jam tanganku menunggu jarum jam berputar sampai 13.05 yaitu waktuku pulang sekolah. Ku habiskan jam kosong ini dengan rasa malas.
“Kriiinggg” tiba-tiba bel sekolah berbunyi nyaring menandakan waktu berkemas dan pulang. Aku segera meraih tasku dan segera meninggalkan sekolah. Aku menunggu Eka sambil menikmati jajanan yang tersedia di depan sekolahku. Seseorang berjilbab yang mengendarai motornya memanggilku sambil melambaikan tangannya. Tidak asing lagi, dia adalah Eka sahabatku.
“Hey , ini aku Eka, ayo kita pulang” Ajak Eka. Aku pun segera menaiki motor Eka dan pergi meninggalkan sekolah.
“Ka, mau kemana ini?” tanyaku dengan rasa penasaran
“Sudahlah, ikut saja. Ada yang ingin aku ceritakan kepadamu”
Motor Eka berhenti tepat di depan cafe yang biasa kita kunjungi. Eka segera memarkirkan motornya dan berjalan menuju meja makan. Seorang pelayan pria menyodorkan daftar menu dan secarik kertas untuk mencatat pesanan. Setelah kertas tersebut terisi dengan daftar makanan yang kupesan, ia segera pergi meninggalkan kami berdua.

“Sebenarnya apa yang ingin kamu ceritakan?” aku memulai percakapanku dengannya. Eka hanya menampakkan wajah sedih, seperti ingin menangis.
“Aku..aku merindukan ayah dan ibuku” Ucap Eka sambil terbata-bata dan menundukkan kepalanya.
“Iya, aku tau Ka, kamu rindu mereka. Sudah hampir satu tahun kamu tak bertemu mereka. Tapi mau bagaimana?”
“Aku ingin dekat dengan mereka, setiap hari dapat bercerita tentang keseharianku, aku rindu perhatian mereka terhadapku. Ingin rasanya aku kembali ke Palembang bersama orang tuaku”
Air mata Eka sudah tak dapat dibendung lagi, sebutir air mata mengalir di pipinya menandakan akan kerinduannya terhadap orang tua yang sangat ia kasihi. Meskipun Eka adalah sosok gadis yang sangat tegar, kali ini ia tak dapat menyembunyikan kerinduannya yang amat mendalam. Tak tinggal diam, aku segera menghapus air matanya, menenangkan dan melontarkan senyuman semangat agar ia kuat menghadapi kehidupan ini.
“Aku pikir nenek kamu telah memberi cukup banyak perhatian untukmu”
“Iya memang, seberapa perhatiannya nenek terhadapku aku tetap rindu akan perhatian orang tuaku”
“Satu-satunya cara meringankan bebanmu, hubungi mereka Ka, tanyakan keadaannya” jawabku dengan lirih

“Permisi, ini pesanannya” suara seorang pelayan datang sambil membawa nampan yang berisi makanan. Eka segera menyeka air matanya dan menyembunyikan wajahnya yang terlihat sembab. Aku segera melahap siomay yang kupesan.
“Mungkin sebaiknya aku kembali ke Palembang bersama orang tuaku” Ucap Eka dengan wajah serius.
Seketika aku tersedak, segelas air putih segera ku minum.
“Apa ? Kembali ke Palembang” Mataku terbelalak sambil berteriak sekencangnya.
“Iya, aku ingin kembali ke Palembang bersama orang tuaku” Ucap Eka dengan berat.
“Jadi, kamu mau ninggalin aku sendiri?”
“Hm, aku gak tau pasti sih, yah mungkin. Aku belum tau mau pergi kapan. Masih berat ninggalin Jombang”
Aku hanya termenung mendengar ucapan Eka. Bagaimanapun juga aku tidak punya hak untuk mencegah Eka pergi. Aku harus menghargai apapun keputusannya itu.

***
            “Ahh, susah amat ini soal!” keluhku dalam hati. Ku peras otakku untuk lima soal matematika yang menurutku hampir mustahil dikerjakan. Tak menunggu lama, aku segera pergi meninggalkan rumah dan berlari menuju sebelah rumah, yaitu rumah Eka untuk membantu mengerjakan soal-soal ini.
“Tok tok tok, Assalamualaikum” ucapku sambil mengetuk pintu rumah Eka.
“Oh iya silahkan masuk dek, Eka ada di kamar” ucap nenek Eka sambil memersilahkanku masuk. Terlihat Eka sedang belajar bersama Dewa adik keponakannya.
“Hai Eka, hai Dewa. Boleh aku ikut kalian belajar kan” sapaku kepada mereka berdua.
“Oh iya boleh kak, mau belajar apa?” Jawab Dewa.
“Matematika dek, boleh pinjem kak Eka bentar kan? Penting nih”
Akhirnya Dewa mengalah dan meninggalkan kamar Eka. Seperti biasanya Eka selalu megajariku matematika, begitupun juga dengan Eka, ia selalu memintaku untuk mengajarinya bahasa inggris saat ia sedang kesusahan.
Tiba-tiba nenek Eka memasuki kamar Eka dan membawa dua bungkus nasi goreng dan berbagai jajanan lezat untuk menemani belajarku. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada Nenek Eka.
“Ehm, sembilan hari lagi ada yang berulang tahun. Kamu mau kado apa?” goda Eka sembari tersenyum kepadaku. Aku hanya tersenyum  melihat Eka sedang menggodaku. Setelah kami belajar, kami bercanda gurau sampai larut malam.

***
            Hari demi hari berlalu, persahabatanku dengan Eka semakin rekat. Semakin teringat aku dengan pembicaraanku dengan Eka beberapa hari yang lalu, saat ia mengatakan ia akan pergi meninggalkanku dan kembali ke Palembang bersama dengan kedua orangtuanya. Meskipun Eka belum pasti mengatakan kapan perginya itu aku tetap merasa sedih mendengar ucapannya. Ketika aku menanyakan tentang kapan perginya, ia tidak ingin membahasnya, malah mengalihkan pembicaraanku. Menghiburku akan hari ulang tahunku yang semakin dekat.
            Bel sekolah berbunyi lantang membuyarkan lamunanku.  Baru ku ingat aku ada janji  untuk  melihat pertunjukan teater yang diselenggarakan di plaza teater Jombang. Seperti biasanya aku menunggu Eka di depan gerbang sambil menikmati jajanan yang tersedia di depan sekolahku. Saat Eka sudah muncul di depan sekolah, aku segera pergi menuju Plaza Teater. Setelah sampai disana ku siapkan tiket beserta camilan untuk menemani jalannya pertunjukan teater. Kunikmati pertunjukan itu sampai berakhirnya adegan selama hampir dua jam.

“Hm, kemana lagi habis ini? Pumpung malam minggu” Ajak Eka sambil berjalan keluar gedung teater.
“Nah berhubung dari tadi siang belum makan, bagaimana kalau kita cari cafe untuk makan malam sambil menikmati indahnya malam minggu” Jawabku sambil tertawa.
Tanpa berpikir lebih lama lagi, kami langsung menaiki motor dan pergi menuju cafe yang biasa kita kunjungi untuk membeli makan malam. Hampir sehari penuh aku dan Eka menghabiskan waktu bersama hingga tak terasa hari sudah gelap. Jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Saatnya Aku dan Eka pulang ke rumah.

***
            “10 DESEMBER 2011”
            Saatku terbangun dari tidur nyenyakku, kulihat kalender yang terpajang di tembok kamarku. Hari ini adalah Minggu tanggal 10 Desember 2011, hari yang kutunggu-tunggu selama ini yaitu ulang tahunku yang ke-15. Suara Ayah dan Ibuku menyadarkanku, mereka mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku dan menggumamkan sejuta doa untukku. Senyuman kebahagiaan muncul dari wajahku. Sesaat ku teringat, apa sahabatku tidak mengucapkan ulang tahun kepadaku. Kulihat lagi layar ponselku terdapat 15 pesan ucapan selamat ulang tahun dari teman-temanku tetapi tak satupun tertera nama Eka dalam pesanku. Aku terkejut, bagaimana sahabatku lupa untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku.
           
            Ku ketuk pintu rumah Eka berkali kali sambil mengucap salam. Saat itu nenek Eka keluar menghampiriku dan menjawab salamku.
“Maaf nak, Eka sudah tidak disini. Ia sudah pergi ke Palembang sejak jam lima pagi tadi. Kepergian Eka memang mendadak karena tiket pesawat yang tersedia juga mendadak”
Tanpa berkata sepatah kata pun aku segera kembali ke rumah. Ku kirim beberapa pesan untuk Eka tetapi tak satupun balasan darinya. Seketika tubuhku lemas dan aku terjatuh, bagaimana mungkin seorang sahabatku lupa untuk berpamitan bahwa ia akan pergi meninggalkanku dan kota ini.
Aku termenung, tak tau lagi harus berbuat apalagi. Aku juga tidak dapat menyalahkan Eka, karena bagaimanapun juga ia juga merindukan orang tuanya. Berjam jam aku hanya duduk diam di teras depan rumah dan masih tak percaya sahabat yang selama ini selalu bersamaku telah pergi.

            Tiba-tiba suara teriakan seseorang terdengar dari samping rumahku, aku terkejut mendengar suara itu. Aku lalu berlari menghampiri seseorang tersebut.
“Selamat ulang tahun!!!” suara Eka dan teman-temanku yang lain meramaikan suasana rumahku yang sunyi. Aku terdiam seketika, bagaimana mungkin Eka bisa kembali lagi setelah ucapan Nenek Eka yang mengatakan ia telah pergi ke Palembang.

“Selamat ulang tahun ya, maaf jika aku telah berbohong kepadamu tentang kepergianku, Nenek juga aku ajak kerjasama untuk membohongimu” Eka berkata sambil tertawa terbahak-bahak. Tetapi aku tidak marah mendengarkan pengakuan Eka, justru malah tersenyum lega melihat sahabatku kembali.
“Kamu tahu, kehadiranmu adalah kado yang terbaik yang pernah aku punya” Jawabku sambil tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar