Bintang
Harapanku
Angin
malam bertiup perlahan membuat rerumputan dan daun bergoyang dengan sendirinya.
Malam yang sejuk ditemani dengan seseorang yang sangat berarti bagiku, bagi
hidupku. Ku pandangi lautan angkasa yang terlihat dari bumi. Ku perhatikan
setiap cahaya penghuni angkasa raya yang bersinar malam ini. Kunikmati setiap
cahaya dan semilir angin yang menerpa wajahku.
“Mei, Meily.. aku akan berangkat esok
lusa” Ariyan memandangi wajahku. Seketika wajahku yang bersinar menjadi buram
bagai tertutup kabut. Tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirku. Air mata
mengalir perlahan menyusuri pipiku. Dengan segera Ariyan mengusap air mata yang
semakin meluap.
“Jangan menangis Mei, percayalah. Aku
pergi jauh demi cita-citaku, aku ingin bersekolah TNI dan tentu orang tuaku
sangat menyetujui ini. Aku sudah memimpikannya sejak kecil. Aku percaya, kalau
kamu telah menamatkan SMA, kamu tentu akan berusaha untuk mencapai cita-citamu
Mei” Kata Ariyan.
“Aku tau Ar, tapi.. tapi kenapa harus
Kalimantan? Dan aku harus menunggu empat tahun untuk kedatanganmu. Aku takut,
kamu melupakanku ketika kamu disana” jawabku sambil terbata-bata.
“Percayalah aku Mei, sampai kapanpun
aku tetap menjaga setiaku sampai aku kembali. Tujuanku hanyalah untuk mencapai
apa yang kuidam-idamkan sejak dulu Mei”
Aku hanya mampu tercengang mendengar
pengakuan Ariyan yang sungguh menyayat hati. Siap ataupun tidak aku harus
menerima kenyataan bahwa Ariyan akan meninggalkanku sendiri. Otakku serasa
membeku tak mampu lagi berfikir.
“Meily? Lihatlah langit itu” ujar
Ariyan sambil menunjuk ke arah langit.
“Lihatlah dua bintang yang bersinar
terang itu, melambangkan cinta kita yang kuat. Jika aku pergi, lihatlah kedua
bintang itu. Jika salah satu bintang itu redup berarti cintaku juga telah redup”
“Aku percaya Ar, kedua bintang itu
takkan pernah redup sampai kapanpun” Ucapku sambil memeluk erat Ariyan. “Jujur, berat rasanya untuk melepasmu
pergi Ar”
“Aku tau Mei, jika kamu tak sanggup
menunggu kamu bisa meninggalkanku” Ucap Ariyan.
Aku hanya mampu menggeleng gelengkan
kepala dan tak mampu berucap lagi. Aku akan selalu setia menunggumu sampai
kapanpun Ar, kataku dalam hati.
Aku
pun meninggalkan halaman rumahku yang sunyi dan gelap. Ku lambaikan tangan
kepada Ariyan yang hendak meninggalkan rumahku.
“Sampai ketemu di bandara Mei” Ariyan
melontarkan senyuman manisnya yang selalu membuat hatiku tenang. Selepas
kepergian Ariyan aku segera menemui Mama dan langsung memeluknya erat sambil
meneteskan air mata.
“Ariyan akan pergi jauh ma” ucapku
sembari mengatur nafas dan mengusap air mataku.
“Mau bagaimana lagi Mei, kamu juga
harus merelakan ia pergi jauh. Bagaimanapun juga itu demi cita-cita. Kamu tak
berhak mencegah ia untuk pergi. Karena Ariyan pergi dengan maksud dan tujuan
yang baik”
“Sudahlah Mei, hapuslah air matamu.
Semuanya akan baik-baik saja, percayalah”
Hatiku terasa tenang mendengar
nasihat yang sangat berguna bagiku.
***
Hari
ini telah tiba, hari yang sebenarnya sangat ku benci. Karena hari inilah aku
terakhir melihat Ariyan. Berbagai pikiran buruk melintas di pikiranku. Aku
berusaha mengusir pikiran itu dari otakku. Aku segera meraih tasku dan
mengandarai motor untuk berangkat menuju bandara.
Sesekali ekor mataku melirik jam
tangan yang ku kenakan. Keberangkatan pesawat tinggal 15 menit, tapi tak
kulihat Ariyan di sekitar bandara. Lima kali ku mencoba menghubungi Ariyan tapi
tak satupun panggilan dijawabnya.
“Meily, maaf baru datang. Tadi macet”
ucap Ariyan sambil menyeret koper besarnya.
Aku langsung memeluk erat tubuh Ariyan.
“Mei, aku harus pergi, keberangkatan
15 menit lagi” jawab Ariyan. Jemari Ariyan membelai lembut wajahku meyakinkan
aku untuk merelakan kepergiannya yang tinggal menghitung detik.
“Tenang Mei, aku tak akan lupa akan
selalu menghubungimu selagi sempat. Ingatlah kata-kataku sebelumnya.
Pandangilah kedua bintang itu, aku berjanji kedua bintang itu kan selalu
bersinar”
Aku melepas pelukanku dengan Ariyan
dan menyaksikan dari jauh kepergian Ariyan.
“Bagaimana
Mei, satu tahun tanpa Ariyan?” tanya Zian teman sebangkuku
“Yah beginilah. Untungnya juga aku
masih tetep hidup” jawabku asal-asalan.
“Yah kan mungkin aja, kamu bunuh diri
trus jadi arwah gentayangan tuh ahahaha”
“Eh ini anak ngaco, udah tuh
perhatiin pelajaran. Malah dijitakin Miss. Killer mampus” ucapku sambil meledek
ke arah Zian. Zian hanya tersenyu menanggapi gurauanku.
“Nggak beminat untuk mencari
pengganti Ariyan mei?”
“Awalnya juga aku berfikir begitu Za,
mendekati seribu cowok yang bisa menggantikan Ariyan, tapi semua itu nggak
berhasil. Hatiku tetap nggak bisa berpaling dari Ariyan” jelasku.
“Udah Mei, sabar. Nggak usah terlalu dipikirkan. Satu bulan lagu kita juga
harus menghadapi Ujian Nasional. Aku yakin, Ariyan juga menginginkanmu untuk
sukses” Jelas Zian. Aku hanya mengangguk tanda setuju kepada semua yang
diungkapkan Zian.
“Nanti malam nggak ikut maen bareng
temen-temen?” tanya Zian dengan ramah.
“Hm.. gimana ya Zan, lagi males
keluar nih” jawabku dengan malas.
“Udahlah, nanti malam aku jemput
samaa Yeni jam 7. Oke ?”
Aku cukup bersyukur selain Ariyan
yang selalu menenangkan hatiku, sahabatku juga perduli dengan keadaanku. Aku
selalu percaya apa yang dikatakan Ariyan, bahwa selain dirinya juga pasti ada
orang yang membuatku selalu tersenyum. Terimakasih tuhan engkau menciptakan orang-orang
di sekelilingku yang telah perduli kepadaku.
“Mei.. Hello? Kok ngelamun? Setuju nggak?”
“Oh.. Iya Zan, oke aku ikut kalian”
jawabku sambil tersenyum.
“Bagaimana
Mei keadaanmu? Apa kamu baik baik saja disana? Aku disini baik-baik Mei” sapa Ariyan
melalui ponselku.
“Aku baik-baik saja Ar, disni banyak
sahabatku yang perduli denganku” jawabku.
“Bagaimana kedua bintang itu Mei,
apakah bintang-bintang itu tetap bersinar terang?”
“Iya Ar, setiap hari ku pandangi
kedua bintang itu dan sampai sekarang tetap terang seperti dulu”
“Tok..tok..tok Assalamualaikum”
terdengar suara ketukan pintu dan salah dari balik pintu depan.
“Udah dulu ya Ar, Zian sama “Udah
dulu ya Ar, Zian sama Yeni udah di depan rumah”
Aku pun memutuskan sambungan
telefonku dengan Ariyan dan bergegas menghampiri mereka.
***
47
bulan berlalu, masih dengan keadaan yang sama. Aku tetap menunggu Ariyan
kembali, beban hatiku cukup berkurang karena Ariyan akan kembali dua minggu
lagi. Tak henti-hentinya bibirku berucap beribu doa untuk keadaan Ariyan.
Suara ringtone pada ponselku
berdering kencang hingga membuyarkan lamunanku. Kupandangi layar ponselku,
tertera nama Ariyan memanggilku.
“Mei, apa kabar kamu? Kamu berhasil
kuliah di Bandung?”
“Baik-baik Ar. Iya, aku sekarang
kuliah di Bandung ambil jurusan sastra” jawabku lirih.
“Alhamdulilah Mei, aku ikut seneng.
Mei, satu bulan ini maaf aku nggak bisa hubungi kamu. Satu bulan ini sibuk
menamatkan sekolahku. setelah aku menamatkan sekolahku ini, aku akan pulang
menemuimu” jawab Ariyan sambil terisak.
“Kamu janji Ar?”
Tiba-tiba sambungan telefon terputus
dengan sendirinya. Berkali-kali ku hubungi nomor Ariyan tetapi nomor Ariyan
tidak aktif. Rasa khawatir dan cemas berkeliaran mengganggu pikiranku. Aku
berusaha menghilangkan pikiran itu dan menenangkan diriku.
“Tok tok tok...” suara ketukan pintu
sempat mengagetkanku. Aku segera membuka pintu depanku dan melihat siapa yang
berkunjung ke rumahku malam ini.
“Hai Meily, nggak ganggu kan? Aku mau
minta foto-foto kemarin buat tugas” Yeni adalah teman seperjuanganku,
satu-satunya teman SMA yang sekarang juga kuliah di Bandung jurusan sastra.
“Iya Yen, yuk masuk. Ini datanya udah
ada di laptopku” jawabku sembari mengantar Yeni masuk rumahku.
“Hey, kenapa sedih? Bukannya kamu
seneng? Sebentar lagi kan Ariyan pulang?” tanya Yeni.
“Iya tapi, satu bulan ini dia nggak
bisa hubungi aku sama sekali. Dia harus fokus untuk menamatkan sekolahnya Yen.
Aku jadi khawatir dia nggak akan pulang”
“Udah Mei, aku yakin kok Ariyan pasti
inget sama kamu. Dia hanya perlu fokus sekolahnya. Setelah itu dia pasti pulang
untuk menemuimu. Udah jangan sedih Mei, kamu kuat kok” Yeni berkali-kali
menepuk pundakku dan selalu meyakinkanku untuk tetap sabar dan tegar.
“Makasih ya Yen” jawabku sambil
tersenyum senang.
“Iya sama-sama. Ohh, aku lupa
flashdisknya ketinggalan di motorku”
“Sini kuncinya biar aku ambil” ucapku
sambil meraih kunci motor dari tangan Yeni.
Aku melangkah perlahan menuju motor
dan mengambil flashdisk Yeni. Tak sengaja aku melihat arah langit yang gelap,
kucari-cari kedua bintang yang biasa hadir menemani gelapnya malam.
“Kedua bintang itu? Mengapa satu
bintang itu terlihat redup” seketika lututku lemas tak sanggup menopang
tubuhku. Aku terjatuh dan air mataku mengalir deras. Sekali lagi kupandang
langit, bintang itu tetap redup. Bintang harapanku telah redup. Ketika itu Yeni
menghampiriku, memelukku dan berusaha untuk menenangkanku.
***
Hari
demi hari berlalu tanpa kabar darimu, sementara empat tahun hampir berlalu dan
hanya tinggal menghitung hari. Seketika harapanku akan dirimu musnah, tetapi
kata-kata dan kenanganmu yang indah selalu meyakinkanku untuk selalu
mempercayaimu. Di sisi lain, bintang yang setiap malam ku pandangi selalu
redup. Mungkinkah cintamu telah redup? Tanyaku dalam hati. Mungkin aku terlalu
bodoh untuk menunggumu selama ini, aku telah percaya semua omong kosong yang
kau berikan selama ini. Aku mencoba untuk membencimu bahkan melupakanmu. Tapi
bayanganmu selalu mengganggu fikiran dan hatiku. Mungkin percuma berhari-hari
aku memandangi ponselku, dia tak akan menghubungiku. Dengan perasaan yang tak
terkendali aku segera mematikan ponselku
dan tak akan membukanya sampai Ariyan datang menemuiku.
Hari
ini, hari yang kutunggu-tunggu tepat empat tahun lamanya aku menunggu
kehadiranmu. Sampai sekarang pun kehadiranmu tetap kunanti-nanti. Pagi ini aku
menunggu kehadiranmu di depan rumahku. Kupandangi setiap lelaki yang melewati
halaman rumahku tapi tak kutemukan Ariyan. Terik matahari mulai menyengat
kulit. Berjam-jam lamanya aku menunggu kehadiran Ariyan. Tiba-tiba terdengar
suara langkah kaki berasal dari samping rumahku. Aku menghampiri sumber suara
kaki itu.
“Yeni ?”
“Iya Mei, ini aku. Kenapa?” Jawab
Yeni.
“Hm.. hari ini harusnya Ariyan pulang
Yen, tetapi dia tak datang-datang” keluhku sambil menundukkan kepalaku.
“Mungkin dia sedang perjalanan Mei.
Aku temenin diluar ya?”
“Makasih Yen, kamu pengertian banget”
“Mei, udah malam ini kamu nggak mau
masuk dulu?” jawab Yeni sambil memaksaku masuk.
“Nggak Yen, aku tetep disini. Kamu
masuk duluan aja”
“Ya sudah, aku mau buat makanan dulu
nanti aku balik ke sini Mei”
Yeni pun meninggalkanku sendiri. Aku
tertunduk lemas menunggu Ariyan yang tak kunjung datang. Tuhan, tolong dengar
aku. Aku rindu dengannya, ingin bertemu dan memeluknya. Aku terus berdoa.
“Mei.. Meily?” suara seorang lelaku
menyapaku. Aku tercengang mendengar suara itu. Suara itu mirip Ariyan. Aku
mendongakkan kepalaku dan ternyata benar itu adalah Ariyan!!. Ia sedang
memegang mawar putih sambil tersenyum kepadaku. Aku segera berlari ke arah
Ariyan dan memeluk erat tubuhnya.
“Aku kira kamu tidak datang Ar, aku
merindukanmu” air mataku tak tertahan lagi.
“Aku sudah janji kepadamu Mei,
setelah aku selesai sekolah aku akan menemuimu” jawab Ariyan sembari membelai
lembut wajahku.
“Aku juga rindu padamu Mei” aku
melepas rinduku dengan Ariyan dengan menceritakan betapa kerinduanku terhadap
Ariyan dan kehidupan yang kujalani selama ini. Canda tawa melarutkan
kesedihanku. Seakan-akan akulah orang yang paling bahagia di bumi ini.
“Mei.. MEILYY MEILY !!!” teriak Yeni
dari dalam rumah. Aku pun meninggalkan Ariyan dan menemui Yeni yang sedang
berteriak-teriak di dalam rumah.
“Ada apa Yen, kok teriak-teriak?”
“Ariyan Mei... Ariyan?” jawab Yeni
sambil menampakkan wajah sedih. Aku hanya termenung mendengar ucapan Yeni.
“Saat Ariyan dalam perjalanan, ia
mengalami kecelakaan pesawat”
Seketika mataku membelalak, bingung
dengan apa yang dikatakan Yeni.
“Dan Ariyan.. Ariyan, meninggal
dunia”
Tubuhku terasa beku tak kuat
mendengar berita itu. Jika Ariyan mengalami kecelakaan pesawat, lantas siapa
yang mendatangiku tadi. Sebuah tanda tanya besar menancap di otakku. Aku segera
berlari menuju halaman rumahku. Ekor mataku bergerak mencari-cari sosok Ariyan
yang tadi bersamaku tapi tak kutemukan. Hanya sekuntum mawar putih milik Ariyan
yang tertinggal di depan rumahku. Air mataku jatuh tak tertahankan lagi, aku
tak bisa berkata-kata. Kupandangi langit malam ini.
“Hanya satu bintang yang menerangi
langit? Dimana satu bintang itu? Mungkin bintang Ariyan telah hilang. Tidak
memunculkan dirinya untuk selama lamanya”